Entah dosa apa yang telah gue
lakukan sewaktu kecil sehingga sejak di bangku sekolah dasar, gue telah
mengenal mereka berdua. Sahabat gue yang pertama sebut saja namannya Dedi.
Menurut gue ada dua tipe orang di
dunia ; yang pertama, adalah orang yang makannya hanya beberapa sesuap nasi
saja kemudian bisa mengutuk timbangan berat badan karena harus menerima
kenyataan bahwa berat badannya naek beberapa Kilogram keesokan harinya. Yang kedua,
adalaha orang yang membuat seluruh wanita di dunia menjadi iri karena dengan
nafsu makan seperti sudut lingkaran yang tidak terbatas, tapi badannya tetap segitu
segitu aja. Dan Sahabat gue Dedi ini adalah kategori manusia yang kedua. Mungkin
setiap makanan yang dia cerna tidak berubah menjadi lemak atau jadi taik, tapi
berubah menjadi dosa. Sehingga tak tampak perubahan dalam tubuhnya.
Dedi adalah orang yang terlalu
kurus untuk disebut sehat, tapi mempunyai kelebihan pada postur badannya yang
tinggi. Cacingan adalah deskripsi yang tepat untuk Dedi.
Yang kedua adalah sahabat gue yang
bernama Hardi. Dia adalah pria kekinian yang terobsesi menjadi tampan, tapi
tidak semua orang sadar bahkan orang terdekatnya seperti gue dan Dedi. Berprofesi
sebagai perawat di salah satu rumah sakit dan juga memiliki tampang yang berpotensi menjadi
pelaku mal praktek. Berbeda dengan gue dan Dedi yang merupakan orang sunda
tulen, hardi adalah keturunan setengah jawa, setengah gila. Sebagai perawat,
seharusnya hal yang diprioritaskan untuk dirawat olehnya adalah otak dalam
kepalanya sendiri.
Walaupun rumah kami bertetangga,
tapi kesibukan ngebuat kita jadi agak jarang bertemu akhir-akhir ini. Jadi perlu aja buat sekedar ngobrol ( obrolan yang minim intelegensi, tentunya.) dan
membuat tawa seperti yang sering banget kita lakuin bareng dari dulu.
Pada malam itu, kami bertiga terlibat
dalam diskusi yang serius tentang merosotnya nila standarisasi nilai
cewek-cewek dalam memilihi pasangannya. Sambil
makan sudah beberapa kali kami saling menyenggol bahu satu sama lain kemudian mengisyaratkan dengan
berkata:
“Arah jam 12 lo, mi!”. Gue pun
menoleh ke belakang.
“Gue heran, ya. Kenapa cewek-cewek
cantik jaman sekarang sukanya sama
perompak Somalia model gitu”.Celetuk hardi si jomblo syirik
tanpa dosa.
“Asumsi cewek-cewek mungkin jika
pria berwajah tampan memiliki potensi yang lebih untuk menyelingkuhi
pasangannnya dibandingin yang tampangnya jelek, makanya cewek itu milih dia”. Jawab
gue ngasal.
“tapi ko’ kta grak dapet cewek krayak
begitu juga”. Tanya Dedi sambil ngunyah makanan.
“Nasib, mungkin”. Jawab gue
sekenanya.
“…. Tapi ya bisa aja ada sesuatu
yang udah cowok itu capai sampe bisa dapetin cewek cantik kayak gitu. Misalnya
dia pernah juara marathon sambil kayang, mungkin. Atau dia punya kapal pesiar
hasil dari MLM.”.
“Bisa jadi. Emang kudunya harus
ada sesuatu yang bisa kita capai, sih. Jangan sampe gini-gini aja”.
“hmmmm…” Gue dan Dedi mengangguk
tanda setuju apa yang diucap hardi barusan.
Dengan otak yang kurang sesendok,
dengan ajaibnya gue sampe rumah masih memikirkan perbincangan malam itu.
“Gue udah ngapain aja, ya. Apa gue
gini-gini aja ya…”. Gue mulai
ber-monolog.
Biasanya orang-orang setiap awal
tahun membuat sebuah daftar resolusi agar sepanjang tahunnya orang tersebut bisa
melihat daftarnya untuk penyemangat mengejar target yang ingin dicapai saat
tahun tersebut. Dengan tahun 2014 yang
udah memasuki penghjung bulannya, harusnya setiap orang yang mempunyai resolusi
pada awal tahun, sudah melihat hasil yang mereka capai.
Seperti gue udah sebutin diatas
bahwa kedua sahabat gue emang udah memiliki pekerjaan. Dua-duanya cukup nyaman
bekerja di tempat masing-masing mereka bekerja.
Sedangkan gue adalah seorang lulusan sarjana yang baru wisuda bulan lalu
dan masih tunawisma sekaligus tunaasmara. Perfect
combo.
Iya, buat yang belom tau. Gue akhirnya
udah wisuda. Tapi bentar ah, gue ketawa dulu. HAHAHAHA.
Setelah perjuangan selama 9
semester, akhirnya gue bisa lulus dan wisuda. Ya seenggaknya itu pencapaian
yang cukup lumayanlah ya buat tahun ini. Nggak semua orang seberuntung gue bisa
lulus wisuda tepat waktu agak lebih sedikit.
Kelulusan kuliah gue juga gue
dedikasikan buat kedua orang tua gue yang udah sabar nungguin kabar gembira
bahwa anaknya bakal jadi sarjana seperti mereka berdua. Setidaknya, ada sesuatu
yang bisa mereka banggakan dalam diri gue.
Kedua orang tua gue memiliki tingkat kesabaran yang luar
biasa, bahkan papa gue yang keliahatan tegas perawakannya nggak pernah menekan
gue buat beresin cepet-cepet skripsi gue waktu itu. Paling cuman pertanyaan
yang cukup nyebelin kaya; “Skripsi kamu gimana kabarnya, nak?” yang sering
banget gue jawab dengan nyengir tanpa dosa doang. Hehehe.
Nggak kebayang kalo bokap gue
drama banget cuman masalah skripsi.
“Kamu itu gimana, sih? Udah lewat semester 8,
tapi skripsi kamu belom kelar-kelar juga!”. Bokap gue berbicara dengan nada
kezel.
“…… pokoknya kalo kamu nggak cepat lulus dan
wisuda tahun ini, kamu papa anggap bukan anak papa lagi!!”. *suara petir
kemudian terdengar dari kejauhan”.
Beberapa waktu kemudian.
“Gimana sidangnya, nak? Lulus
kan?”. Tanya si papa dengan antusias.
Ada hening yang panjang.
“hmmm… Woles aja deh ya, bro. Gue
akan coba lebih keras di semester depan”.
“……………………..”.
Kemudian hening sehening-heningnya.
Kan ngeselin jadinya ya kalo kejadiannya
kayak begitu.
Gue yakin seiring berjalannya waktu, pasti ada aja hal yang pasti berubah dalam diri kita. Nggak bakal kayak gitu-gitu aja.
Tapi gue pernah denger kata-kata
seseorang yang bilang gini: “hidup emang begitu lucu. Kita melihatnya sekarang seperti tidak ada perbedaan, tapi setelah
melihat kebelakang ternyata sudah banyak perubahan yang telah kita ciptakan”.
Dan menurut gue, kunci untuk
melihat perubahan itu dengan bersyukur. Mungkin selama ini gue udah lupa arti dari kata bersyukur.
Bersyukur gue masih berpikir kalo
“gue kok gini-gini aja”. Sehingga walaupun gue kelak sudah menaklukan segala
pencapaian, gue akan tetap berpikir “gue kok gini-gini aja”, agar gue terus memacu diri
untuk terus memberikan yang terbaik dalam kehidupan.
Semoga bisa segera menggapai segala pencapaian, agar cepat yang bisa dapet pasangan.
Halah.
No comments:
Post a Comment