Saturday, December 20, 2014

Gini-gini aja

Kemarin gue  nongkrong-nongkrong bareng sahabat gue di suatu restoran siap saji yang terkenal menu hamburgernya. Gue nggak mau sebutin apa nama tempatnya, yang pasti nama awalnya adalah burger dan nama akhir tempatnya adalah King.

Entah dosa apa yang telah gue lakukan sewaktu kecil sehingga sejak di bangku sekolah dasar, gue telah mengenal mereka berdua. Sahabat gue yang pertama sebut saja namannya Dedi.

Menurut gue ada dua tipe orang di dunia ; yang pertama, adalah orang yang makannya hanya beberapa sesuap nasi saja kemudian bisa mengutuk timbangan berat badan karena harus menerima kenyataan bahwa berat badannya naek beberapa Kilogram keesokan harinya. Yang kedua, adalaha orang yang membuat seluruh wanita di dunia menjadi iri karena dengan nafsu makan seperti sudut lingkaran yang tidak terbatas, tapi badannya tetap segitu segitu aja. Dan Sahabat gue Dedi ini adalah kategori manusia yang kedua. Mungkin setiap makanan yang dia cerna tidak berubah menjadi lemak atau jadi taik, tapi berubah menjadi dosa. Sehingga tak tampak perubahan dalam tubuhnya.

Dedi adalah orang yang terlalu kurus untuk disebut sehat, tapi mempunyai kelebihan pada postur badannya yang tinggi. Cacingan adalah deskripsi yang tepat untuk Dedi.

Yang kedua adalah sahabat gue yang bernama Hardi. Dia adalah pria kekinian yang terobsesi menjadi tampan, tapi tidak semua orang sadar bahkan orang terdekatnya seperti gue dan Dedi. Berprofesi sebagai perawat di salah satu rumah sakit dan juga  memiliki tampang yang berpotensi menjadi pelaku mal praktek. Berbeda dengan gue dan Dedi yang merupakan orang sunda tulen, hardi adalah keturunan setengah jawa, setengah gila. Sebagai perawat, seharusnya hal yang diprioritaskan untuk dirawat olehnya adalah otak dalam kepalanya sendiri.

Walaupun rumah kami bertetangga, tapi kesibukan ngebuat kita jadi agak jarang bertemu akhir-akhir ini.  Jadi perlu aja buat sekedar ngobrol  ( obrolan yang minim intelegensi, tentunya.) dan membuat tawa seperti yang sering banget kita lakuin bareng dari dulu.


Pada malam itu, kami bertiga terlibat dalam diskusi yang serius tentang merosotnya nila standarisasi nilai cewek-cewek  dalam memilihi pasangannya. Sambil makan sudah beberapa kali kami saling menyenggol bahu satu sama lain kemudian mengisyaratkan dengan berkata:

“Arah jam 12 lo, mi!”. Gue pun menoleh ke belakang.

“Gue heran, ya. Kenapa cewek-cewek  cantik jaman sekarang sukanya sama perompak Somalia model gitu”.Celetuk hardi si jomblo syirik tanpa dosa.

“Asumsi cewek-cewek mungkin jika pria berwajah tampan memiliki potensi yang lebih untuk menyelingkuhi pasangannnya dibandingin yang tampangnya jelek, makanya cewek itu milih dia”. Jawab gue ngasal.

“tapi ko’ kta grak dapet cewek krayak begitu juga”. Tanya Dedi sambil ngunyah makanan.

“Nasib, mungkin”. Jawab gue sekenanya.

“…. Tapi ya bisa aja ada sesuatu yang udah cowok itu capai sampe bisa dapetin cewek cantik kayak gitu. Misalnya dia pernah juara marathon sambil kayang, mungkin. Atau dia punya kapal pesiar hasil dari MLM.”.

“Bisa jadi. Emang kudunya harus ada sesuatu yang bisa kita capai, sih. Jangan sampe gini-gini aja”.

“hmmmm…” Gue dan Dedi mengangguk tanda setuju apa yang diucap hardi barusan.

Dengan otak yang kurang sesendok, dengan ajaibnya gue sampe rumah masih memikirkan perbincangan malam itu.

“Gue udah ngapain aja, ya. Apa gue gini-gini aja ya…”. Gue mulai ber-monolog.

Biasanya orang-orang setiap awal tahun membuat sebuah daftar resolusi agar sepanjang tahunnya orang tersebut bisa melihat daftarnya untuk penyemangat mengejar target yang ingin dicapai saat tahun tersebut.  Dengan tahun 2014 yang udah memasuki penghjung bulannya, harusnya setiap orang yang mempunyai resolusi pada awal tahun, sudah melihat hasil yang mereka capai.

Seperti gue udah sebutin diatas bahwa kedua sahabat gue emang udah memiliki pekerjaan. Dua-duanya cukup nyaman bekerja di tempat masing-masing mereka bekerja.  Sedangkan gue adalah seorang lulusan sarjana yang baru wisuda bulan lalu dan masih tunawisma sekaligus tunaasmara. Perfect combo.  

Iya, buat yang belom tau. Gue akhirnya udah wisuda. Tapi bentar ah, gue ketawa dulu. HAHAHAHA.

Setelah perjuangan selama 9 semester, akhirnya gue bisa lulus dan wisuda. Ya seenggaknya itu pencapaian yang cukup lumayanlah ya buat tahun ini. Nggak semua orang seberuntung gue bisa lulus wisuda tepat waktu agak lebih sedikit.

Kelulusan kuliah gue juga gue dedikasikan buat kedua orang tua gue yang udah sabar nungguin kabar gembira bahwa anaknya bakal jadi sarjana seperti mereka berdua. Setidaknya, ada sesuatu yang bisa mereka banggakan dalam diri gue.

Kedua orang  tua gue memiliki tingkat kesabaran yang luar biasa, bahkan papa gue yang keliahatan tegas perawakannya nggak pernah menekan gue buat beresin cepet-cepet skripsi gue waktu itu. Paling cuman pertanyaan yang cukup nyebelin kaya; “Skripsi kamu gimana kabarnya, nak?” yang sering banget gue jawab dengan nyengir tanpa dosa doang. Hehehe.

Nggak kebayang kalo bokap gue drama banget cuman masalah skripsi.

 “Kamu itu gimana, sih? Udah lewat semester 8, tapi skripsi kamu belom kelar-kelar juga!”. Bokap gue berbicara dengan nada kezel.

 “…… pokoknya kalo kamu nggak cepat lulus dan wisuda tahun ini, kamu papa anggap bukan anak papa lagi!!”. *suara petir kemudian terdengar  dari kejauhan”.

Beberapa  waktu kemudian.

“Gimana sidangnya, nak? Lulus kan?”. Tanya si papa dengan antusias.

Ada hening yang panjang.

“hmmm… Woles aja deh ya, bro. Gue akan coba lebih keras di semester depan”.

“……………………..”.

Kemudian hening  sehening-heningnya.

Kan ngeselin jadinya ya kalo kejadiannya kayak begitu.

Gue yakin seiring berjalannya waktu, pasti ada aja hal yang pasti berubah dalam diri kita. Nggak bakal kayak gitu-gitu aja.

Tapi gue pernah denger kata-kata seseorang yang bilang gini: “hidup emang begitu lucu. Kita melihatnya sekarang  seperti tidak ada perbedaan, tapi setelah melihat kebelakang ternyata sudah banyak perubahan yang telah kita ciptakan”.

Dan menurut gue, kunci untuk melihat perubahan itu dengan bersyukur.  Mungkin selama ini gue udah lupa arti dari kata bersyukur.

Bersyukur gue masih berpikir kalo “gue kok gini-gini aja”. Sehingga walaupun gue kelak sudah menaklukan segala pencapaian, gue akan tetap berpikir “gue  kok gini-gini aja”, agar gue terus memacu diri untuk terus memberikan yang terbaik dalam kehidupan.

Semoga bisa segera menggapai segala pencapaian, agar cepat yang bisa dapet pasangan.

Halah.

No comments:

Post a Comment