“Thinky Winky…. Dipsy… Lala…. Pooh…”
“Teletubies….. berpelukan…….”
Lo pasti pernah denger banget
kata-kata diatas itu. Iya, itu adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh entah
makhluk hidup macam apa atau mungkin mereka Alien. 4 makhluk warna-warni ini menamai grup mereka
adalah Teletubies.
Hmmm, mungkin mereka adalah Boyband….. atau bisa juga Girlband, karena nggak jelas
kelamin mereka itu cowok apa cewek.
Teletubies merupakan serial TV
tau 90-an sampai awal 2000 yang cukup menghipnotis anak-anak pada masa itu,
termasuk gue. Hobi mereka adalah ‘berpelukan’ bareng, kelakuannya juga nggak
jauh beda sama Dora. Maen mulu kerjaannya. Nggak pernah sekolah ataupun kerja.
Makanya nggak usah heran kalo baju mereka nggak pernah ganti warna, kasian
mereka nggak mampu beli baju.
Masih belom jelas sampai sekarang Teletubies itu dikategorikan makhluk hidup
jenis apa. Satu sisi mereka seperti hewan marsupilia
karena ada semacam kantong di perutnya. Di sisi lain mereka seperti TV
berjalan, karena kantong di perutnya terkadang menampilkan video dan juga mereka memiliki antena di
kepalanya. Tapi teletubies ini kasihan, mereka sepertinya yatim piatu, karena
ngga jelas asal usulnya. Sampai sekarang belom pernah ditemukan Mamatabies atau
papatabies, atau tetangga-tabies, pak RT-tabies beserta istrinya. Jelas, mereka
sangat terisolasi dari pergaulan luar.
Teletuby –land merupakan dimana teletubies ini tinggal, ada banyak
bukit dengan hamparan rerumputan hijau yg luas, sungguh menyegarkan mata kayak
hamparan es pisang ijo pas cuaca lagi panas-panasnya.
Uniknya Teletuby-land ini
merupakan tempat dengan hanya satu
musim. Iya, musim panas saja. Matahari selalu tersenyum menyinari dari terbit
hingga terbenam. Dan fakta yg gue
dapetin, bayi yang menjadi matahari dalam serial teletuby-land ini adalah bayi
wanita, namanya Jessica smith.
Untung Teletubis udah berenti acaranya, jika masih ada dan masih menggunakan mbak Jessica smith sebagai mataharinya. Pasti ada masa dimana teletubies ini akan menghadapi bencana ketika mataharinya lagi menstruasi, baru terbit aja pasti langsung badai.
Tapi mau nggak mau, gue harus
mengakui bahwa Teletuby-land itu tempat yg indah, dan sewaktu kecil gue pengen
banget ngerasain berada di tempat itu.
Dan teryata… Di Indonesia juga
ada daerah tempat yang menyerupai seperti Teletuby-Land. Iya, Di Indonesia juga
disebut Bukit Teletubies. Ada di daerah Bromo dan Dieng.
Gue kemaren berkesempatan buat
mengunjungi tmpat itu. Dengan 9 orang temen gue, kita cabut dari Jakarta menuju
dieng. Siap mendaki Gunung Prau.
Untuk sampai ke Dieng dari
Jakarta, lu harus ke Wonosobo terlebih dahulu. Dari terminal Kampung rambutan
sampai terminal Mandolo yang ada di Wonosobo, bisa ditempuh dalam waktu 10-12
jam menggunakan Bis atau sekitar kurang dari satu detik jika menaiki Buroq.
Kemudian dari Mandolo,
menggunakan Mini Bus menuju Dieng.
FYI, Dataran tinggi Dieng
menawarkan banyak tempat wisata yang luar biasa. Selain Gunung Prau, ada pula
Gunung Cikunir. Ada Telaga Warna, candi-candi, dan kawah Sikidang.
goa aja udah pengantin, kamu masih jomblo aja?? |
Kemaren gue sempet nyesel hanya memiliki waktu 3 hari, sehingga cuma bisa ngeksplor Gunung Prau, telaga Warna, dan beberapa candi disana. But it’s so worth it to get there.
Sekitar jam 9 pagi gue sampai
Wonosobo setelah hampir belasan jam hanya duduk di dalam bis dari Jakarta yg
sukses bikin pantat gue keram dan
sepenuhnya menghilang.
Setelah sarapan di mandolo, kita
langsung cabut ke Dieng menggunakan mini bus untuk menuju telaga warna terlebih
dahulu sebelom menaiki Gunung Prau saat sore.
Sampai telaga warna, tenaga gue seketika
terisi kembali seperti abis makan kacang ajaib dragon ball setelah dihadapkan
dengan danau yang indah.
Telaga warna ini memiliki warna
yang berbeda-beda di beberapa bagian-bagian danaunya, makanya disebut telaga
warna. Di bagian lain ada yg berwarna hijau, di sisi lain ada yg biru muda, dan
ada pula yang berwarna biru tua. Sungguh menyenangkan ketika lo bisa merasakan
airnya berada di sela-sela jari ketika kaki dicelupkan.
Nesting, kompor, gas , logistic,
dan makanan kecil dikeluarkan dari carrier bersiap untuk memasak hidangan makan
siang. Sambil pula menikmati kesegaraan udara di daerah Telaga warna dieng ini.
Priceless.
Di kawasan wisata Telaga warna
ini juga terdapat beberapa Gua. Ada sekitar 3 buah. Goa semar, goa pengantin,
dan goa apa yaaa namanya lupa gue.
Setelah makan siang, foto-foto selfie, kita langsung caw ke Gunung prau.
Gunung Prau merupakan salah satu
gunung yang cukup landai dan tidak terlalu menantang bagi sebagian orang yang
sudah sering menaklukan gunung yang tingginya 3000 mdpl. Karena gunung prau
hanya memiliki ketinggian sekitar 2565 mdpl. Tapi gue yakinkan, lo nggak akan
nyesel buat pergi ngunjunginnya.
Ada dua jalur pendakian untuk
menuju puncak Gunung Prau. Pertama, dari Desa Patok banteng. Kedua, dari Dieng
kulon. Gue menaiki melalui jalur Dieng kulon, karena dekat dari Telaga warna.
Kalo dari patok Banteng, kudu balik lagi karena udah kelewatan.
Jalur pendakian yang berbeda juga
menawarkan track yang berbeda pula. Jika dari Patok Banteng, hanya membutuhkan
waktu 1-2 jam saja untuk sampai puncak, tetapi dengan Track yang mendaki.
Sedangkan dari Dieng kulon membutuhkan waktu 3-5 jam dengan track yg cukup
Landai, tapi tetep aja, CAPEK JUGA
NYETTT!!!
Dengan dipayungi langit yang
mendung, kita siap buat berangkat mendaki gunung. Baru selangkah keluar
dari pintu masuk telaga warna, langsung
turun hujan deres banget.
Njir, terpaksa kita harus naek
sambil hujan-hujanan. Karena waktu juga udah sore, dan kita nggak mau kemaleman
sebelom puncak.
Terpaksa bongkar Carrier lagi dan
ngeluarin ponco. Bukan, bukan kita nyambut hujan dengan senam Ponco-ponco, tapi
Ponco itu semacam jas ujan gitu. HEHEHE.hehehe.
GUYSSS!!! JANGAN CABUT DULU,
GUYSS!! MASIH LANJUT CERITANYA!! GUYSSS?? GUYSS??
Menembus hujan dengan membawa
carrier yang beratnya kek beban hidup sendiri merupakan perjuangan, ditambah
lagi harus menerima kenyataan bakal basah-basahan kayak model iklan pompa aer.
BASYAH!! BASYAH!! BASYAH!!....
*nyanyik*
Selama dalam perjalanan dari pos
pertama Dieng kulon lo akan disuguhkan dengan pertanian yang luas, dataran
tinggi Dieng terkenal dengan Sistem pertanian terasering yang rapih dan indah. Gue berasa masuk buku pelajaran
geografi, yg dulu hanya bisa diliat diatas lembaran kertas, sekarang lo bisa
merasakan sendiri. Bau pupuk kompos yg menusuk hidung juga menjadi bumbunya.
Serasa masuk buku geografi aja enak, ya. Gimana masuk buku biologi tentang reproduksi dan antomi tubuh cewek. Hahaha
Setelah beberapa jam berjalan lo
akan menemukan puncak Repeater. Puncak Repeater merupakan puncak dimana ada
repeater radio yang dibangun pemerintah jawa tengah dan tower2 provider. Ya
walaupun towernya nggak cukup berfungsi, karena gue masih susah sinyal pas
disana.
Sekitar jam 6 lewat 75 menit gue
sampe puncak repeater (iya, maksud gue jam 7-an malam). Dikarenakan kondisi
perut yang laper, kita mutusin buat makan malem dlu disitu dan berencana
ngelanjutin setelah dinner. Tapi emang kenyang itu pembawa jahat pada
mata. Abis makan, malah ngantuk. Yaudah kita malah mutusin buat ngecamp disitu
karena suara terbanyak anggota menyebutkan demikian. Jam 3 malem, kita bakal
muncak.
Gue memutuskan buat nggak tidur malam itu, karena pemandangan lampu kota membuat mata terus terjaga. Sambil ditemani kopi yang wangi, cerutu yg hangat, dan alunan music yg ramah di telinga, gue akan betah menikmati ‘me time’.
Nggak kerasa waktu udah jam 3
pagi, dan temen-temen gue udah pada packing buat ke puncak prau. Tapi ternyata,
ada salah satu temen gue yang nge-drop.
Temen gue ini (cewek, ica
namanya) memang baru pertama kali naek gunung, memang ada penyakit para pendaki
dimana ketika tubuh merasakan kaget saat sudah menginjak ketinggian diatas 2000
mdpl. Disebutnya Mountain sickness. Gejalanya berupa mual, pusing, sakit
kepala dan sesak napas.
Tenda yang tadinya udah dibongkar
terpaksa gue pasang lagi, dan temen-tmen gue yg laen berusaha agar temen gue yg
sakit ini terus terjaga. Panik antara ngeri dia kena hypothermia,
mountain sickness, telat 3 bulan karena mual dan muntah-muntah.
Gue samperin ica dan nanya.
“ca, lo gak kenapa-napa??”. (pertanyaan bodoh yang ditanyakn kepada
orang yang jelas-jelas lagi sakit. Ya, namanya juga panik)
“gue lemes banget, mual, terus…. HOEEKKK!!”. Ica yang tadinya mual langsung
muntah pas gue nanya. Muka gue salah
apa? -______-
Setelah gondok sedikit
menghilang, gue nanya lagi.
“Yaudah minum Air putih anget dlu
nih, apa mau susu??”
“Gue gak mau air putih, gue pengennya susu jahe”. Suasana yang tadinya
rusuh langsung hening seketika.
“………..”
ANJIIR, DIA PAKE NAWAR SUSU JAHE, EMANG WARUNG UBI CILEMBU PUNCAK!!
Setelah kondisinya ica mendingan,
kita ngutus beberapa orang buat tinggal
di tenda buat nemenin ica. Sisanya,
nerusin pendakian ke puncak. Karena sayang banget udah jauh-jauh kesini
kalo nggak ngeliat golden sunrise gunung prau yg terkenal.
Setelah menghabiskan keram pantat
selama perjalanan dari Jakarta, menembus hujan ketika pendakian, kepanikan
karena teman yang sakit. Semuanya tidak ada apa-apanya ketika lo sudah duduk
manis diatas rerumputan yang dingin menyentuh kulit karena embun, dan mata lo
terpaku pada Golden sunrise di bukit Teletubies, puncak gunung prau.
Nasib temen gue ica?? Dia nyusul
bareng temen gue beberapa menit setelah ditinggal di tenda. Dia bilang nggak
mau kelewatan sunrise juga, dan dia tepat waktu J.
Golden sunrise gunung prau
terlukis jelas di benak gue. Gagah,
tampak sombong menyanyingi kekokohan gunung.
Dan… nggak cengegesan ketika terbit kayak di serial teletubies. Hehe.
Indonesia.... Baguuuuussss!! |
*Buat catatan juga, gunung prau itu nggak ada sumber air sampe puncak. Jadi lo harus bawa persediaan air yang banyak dari bawah, tapi di belakang repeater itu ada penampungan air hujan. Jdi lumayan buat ngisi ulang aer sama buat masak. Itu infonya. Iya. Terima kasih kembali.
No comments:
Post a Comment