Sunday, March 30, 2014

Hamparan indah gunung prau.

“Thinky Winky…. Dipsy… Lala…. Pooh…”
“Teletubies….. berpelukan…….”


Lo pasti pernah denger banget kata-kata diatas itu. Iya, itu adalah kata-kata yang sering diucapkan oleh entah makhluk hidup macam apa atau mungkin mereka Alien.  4 makhluk warna-warni ini menamai grup mereka adalah Teletubies.

 Hmmm, mungkin mereka adalah Boyband…..  atau bisa juga Girlband, karena nggak jelas kelamin mereka itu cowok apa cewek.

Teletubies merupakan serial TV tau 90-an sampai awal 2000 yang cukup menghipnotis anak-anak pada masa itu, termasuk gue. Hobi mereka adalah ‘berpelukan’ bareng, kelakuannya juga nggak jauh beda sama Dora. Maen mulu kerjaannya. Nggak pernah sekolah ataupun kerja. Makanya nggak usah heran kalo baju mereka nggak pernah ganti warna, kasian mereka nggak mampu beli baju.  

Masih belom jelas sampai sekarang  Teletubies itu dikategorikan makhluk hidup jenis apa. Satu sisi mereka seperti hewan marsupilia karena ada semacam kantong di perutnya. Di sisi lain mereka seperti TV berjalan, karena kantong di perutnya terkadang menampilkan  video dan juga mereka memiliki antena di kepalanya. Tapi teletubies ini kasihan, mereka sepertinya yatim piatu, karena ngga jelas asal usulnya. Sampai sekarang belom pernah ditemukan Mamatabies atau papatabies, atau tetangga-tabies, pak RT-tabies beserta istrinya. Jelas, mereka sangat terisolasi dari pergaulan luar.

Satu hal yg menarik adalah tempat tinggal mereka, yang disebut Teletuby-Land.

Teletuby –land merupakan dimana teletubies ini tinggal, ada banyak bukit dengan hamparan rerumputan hijau yg luas, sungguh menyegarkan mata kayak hamparan es pisang ijo pas cuaca lagi panas-panasnya.

Uniknya Teletuby-land ini merupakan  tempat dengan hanya satu musim. Iya, musim panas saja. Matahari selalu tersenyum menyinari dari terbit hingga terbenam.  Dan fakta yg gue dapetin, bayi yang menjadi matahari dalam serial teletuby-land ini adalah bayi wanita, namanya Jessica smith.

Mataharinya hot banget, ya?? *melting*

Untung Teletubis udah berenti acaranya, jika masih ada dan masih menggunakan mbak Jessica smith sebagai mataharinya. Pasti ada masa dimana teletubies ini akan menghadapi bencana ketika mataharinya lagi menstruasi, baru terbit aja pasti langsung badai.


Tapi mau nggak mau, gue harus mengakui bahwa Teletuby-land itu tempat yg indah, dan sewaktu kecil gue pengen banget ngerasain berada di tempat itu.

Dan teryata… Di Indonesia juga ada daerah tempat yang menyerupai seperti Teletuby-Land. Iya, Di Indonesia juga disebut Bukit Teletubies. Ada di daerah Bromo dan Dieng.

Gue kemaren berkesempatan buat mengunjungi tmpat itu. Dengan 9 orang temen gue, kita cabut dari Jakarta menuju dieng. Siap mendaki Gunung Prau.

Untuk sampai ke Dieng dari Jakarta, lu harus ke Wonosobo terlebih dahulu. Dari terminal Kampung rambutan sampai terminal Mandolo yang ada di Wonosobo, bisa ditempuh dalam waktu 10-12 jam menggunakan Bis atau sekitar kurang dari satu detik jika menaiki Buroq.

Kemudian dari Mandolo, menggunakan Mini Bus menuju Dieng.

FYI, Dataran tinggi Dieng menawarkan banyak tempat wisata yang luar biasa. Selain Gunung Prau, ada pula Gunung Cikunir. Ada Telaga Warna, candi-candi, dan kawah Sikidang.



goa aja udah pengantin, kamu masih jomblo aja??

Kemaren gue sempet nyesel hanya memiliki waktu 3 hari, sehingga cuma bisa ngeksplor Gunung Prau, telaga Warna, dan beberapa candi disana. But it’s so worth it to get there.

Sekitar jam 9 pagi gue sampai Wonosobo setelah hampir belasan jam hanya duduk di dalam bis dari Jakarta yg sukses bikin  pantat gue keram dan sepenuhnya menghilang. 

Setelah sarapan di mandolo, kita langsung cabut ke Dieng menggunakan mini bus untuk menuju telaga warna terlebih dahulu sebelom menaiki Gunung Prau saat sore.

Sampai telaga warna, tenaga gue seketika terisi kembali seperti abis makan kacang ajaib dragon ball setelah dihadapkan dengan danau yang indah.

Telaga warna ini memiliki warna yang berbeda-beda di beberapa bagian-bagian danaunya, makanya disebut telaga warna. Di bagian lain ada yg berwarna hijau, di sisi lain ada yg biru muda, dan ada pula yang berwarna biru tua. Sungguh menyenangkan ketika lo bisa merasakan airnya berada di sela-sela jari ketika kaki dicelupkan.





Nesting, kompor, gas , logistic, dan makanan kecil dikeluarkan dari carrier bersiap untuk memasak hidangan makan siang. Sambil pula menikmati kesegaraan udara di daerah Telaga warna dieng ini. Priceless.

Di kawasan wisata Telaga warna ini juga terdapat beberapa Gua. Ada sekitar 3 buah. Goa semar, goa pengantin, dan goa apa yaaa namanya lupa gue.  Setelah makan siang, foto-foto selfie, kita langsung caw ke Gunung prau.

Gunung Prau merupakan salah satu gunung yang cukup landai dan tidak terlalu menantang bagi sebagian orang yang sudah sering menaklukan gunung yang tingginya 3000 mdpl. Karena gunung prau hanya memiliki ketinggian sekitar 2565 mdpl. Tapi gue yakinkan, lo nggak akan nyesel buat pergi ngunjunginnya.

Ada dua jalur pendakian untuk menuju puncak Gunung Prau. Pertama, dari Desa Patok banteng. Kedua, dari Dieng kulon. Gue menaiki melalui jalur Dieng kulon, karena dekat dari Telaga warna. Kalo dari patok Banteng, kudu balik lagi karena udah kelewatan.

Jalur pendakian yang berbeda juga menawarkan track yang berbeda pula. Jika dari Patok Banteng, hanya membutuhkan waktu 1-2 jam saja untuk sampai puncak, tetapi dengan Track yang mendaki. Sedangkan dari Dieng kulon membutuhkan waktu 3-5 jam dengan track yg cukup Landai, tapi tetep aja,  CAPEK JUGA NYETTT!!!

Dengan dipayungi langit yang mendung, kita siap buat berangkat mendaki gunung. Baru selangkah keluar dari  pintu masuk telaga warna, langsung turun hujan deres banget.
Njir, terpaksa kita harus naek sambil hujan-hujanan. Karena waktu juga udah sore, dan kita nggak mau kemaleman sebelom puncak.

Terpaksa bongkar Carrier lagi dan ngeluarin ponco. Bukan, bukan kita nyambut hujan dengan senam Ponco-ponco, tapi Ponco itu semacam jas ujan gitu. HEHEHE.hehehe.  
GUYSSS!!! JANGAN CABUT DULU, GUYSS!! MASIH LANJUT CERITANYA!! GUYSSS?? GUYSS??

Menembus hujan dengan membawa carrier yang beratnya kek beban hidup sendiri merupakan perjuangan, ditambah lagi harus menerima kenyataan bakal basah-basahan kayak model iklan pompa aer.
BASYAH!! BASYAH!! BASYAH!!.... *nyanyik*

Selama dalam perjalanan dari pos pertama Dieng kulon lo akan disuguhkan dengan pertanian yang luas, dataran tinggi Dieng terkenal dengan Sistem pertanian terasering yang rapih dan indah. Gue berasa masuk buku pelajaran geografi, yg dulu hanya bisa diliat diatas lembaran kertas, sekarang lo bisa merasakan sendiri. Bau pupuk kompos yg menusuk hidung juga menjadi bumbunya.




Serasa masuk buku geografi aja enak, ya. Gimana  masuk buku biologi tentang reproduksi dan antomi tubuh cewek. Hahaha

Setelah beberapa jam berjalan lo akan menemukan puncak Repeater. Puncak Repeater merupakan puncak dimana ada repeater radio yang dibangun pemerintah jawa tengah dan tower2 provider. Ya walaupun towernya nggak cukup berfungsi, karena gue masih susah sinyal pas disana.

Sekitar jam 6 lewat 75 menit gue sampe puncak repeater (iya, maksud gue jam 7-an malam). Dikarenakan kondisi perut yang laper, kita mutusin buat makan malem dlu disitu dan berencana ngelanjutin setelah dinner.  Tapi emang kenyang itu pembawa jahat pada mata. Abis makan, malah ngantuk. Yaudah kita malah mutusin buat ngecamp disitu karena suara terbanyak anggota menyebutkan demikian. Jam 3 malem, kita bakal muncak.




Gue memutuskan buat nggak tidur malam itu, karena pemandangan lampu kota membuat mata terus terjaga. Sambil ditemani kopi yang wangi, cerutu yg hangat, dan alunan music yg ramah di telinga, gue akan betah menikmati ‘me time’. 

Nggak kerasa waktu udah jam 3 pagi, dan temen-temen gue udah pada packing buat ke puncak prau. Tapi ternyata, ada salah satu temen gue yang nge-drop. 

Temen gue ini (cewek, ica namanya) memang baru pertama kali naek gunung, memang ada penyakit para pendaki dimana ketika tubuh merasakan kaget saat sudah menginjak ketinggian diatas 2000 mdpl. Disebutnya Mountain sickness.  Gejalanya berupa mual, pusing, sakit kepala dan sesak napas.

Tenda yang tadinya udah dibongkar terpaksa gue pasang lagi, dan temen-tmen gue yg laen berusaha agar temen gue yg sakit ini terus terjaga. Panik antara ngeri dia kena  hypothermia, mountain sickness, telat 3 bulan karena mual dan muntah-muntah.

Gue samperin ica dan nanya.
“ca, lo gak kenapa-napa??”. (pertanyaan bodoh yang ditanyakn kepada orang yang jelas-jelas lagi sakit. Ya, namanya juga panik)
“gue lemes banget, mual, terus….  HOEEKKK!!”. Ica yang tadinya mual langsung muntah pas gue nanya.  Muka gue salah apa? -______-
Setelah gondok sedikit menghilang, gue nanya lagi.
“Yaudah minum Air putih anget dlu nih, apa mau susu??”
“Gue gak mau air putih, gue pengennya susu jahe”. Suasana yang tadinya rusuh langsung hening seketika.
“………..”
ANJIIR, DIA PAKE NAWAR SUSU JAHE, EMANG WARUNG UBI CILEMBU PUNCAK!!

Setelah kondisinya ica mendingan, kita ngutus beberapa orang buat  tinggal di tenda buat nemenin ica. Sisanya,  nerusin pendakian ke puncak. Karena sayang banget udah jauh-jauh kesini kalo nggak ngeliat golden sunrise gunung prau yg terkenal.

Setelah menghabiskan keram pantat selama perjalanan dari Jakarta, menembus hujan ketika pendakian, kepanikan karena teman yang sakit. Semuanya tidak ada apa-apanya ketika lo sudah duduk manis diatas rerumputan yang dingin menyentuh kulit karena embun, dan mata lo terpaku pada Golden sunrise di bukit Teletubies, puncak gunung prau.

Nasib temen gue ica?? Dia nyusul bareng temen gue beberapa menit setelah ditinggal di tenda. Dia bilang nggak mau kelewatan sunrise juga, dan dia tepat waktu J.

Golden sunrise gunung prau terlukis jelas di benak gue.  Gagah, tampak sombong menyanyingi kekokohan gunung.  Dan… nggak cengegesan ketika terbit kayak di serial teletubies. Hehe.





Indonesia.... Baguuuuussss!!


*Buat catatan juga, gunung prau itu nggak ada sumber air sampe puncak. Jadi lo harus bawa persediaan air yang banyak dari bawah, tapi di belakang repeater itu ada penampungan air hujan. Jdi lumayan buat ngisi ulang aer sama buat masak. Itu infonya. Iya. Terima kasih kembali.



Dan ini... Teletuby-land yang dimiliki Indonesia :










Ketika kaki telah lelah untuk melangkah, luruskanlah saja.
Dan... nikmatilah!!!

No comments:

Post a Comment