Tuesday, June 10, 2014

Eskalator

Gue termasuk orang yang buruk dalam soal berbasa-basi. Makanya, kemampuan gue dalam perkenalan secara langsung masih cetek banget levelnya. Dalam lingkungan barupun gue susah buat beradaptasi. Makanya ketika di ingkungan baru, gue membutuhkan waktu lebih lama untuk membaur dengan banyak orang. Ya sekitar 5 menit 24 detiklah.

Bukannya gue sombong atau sok kegantengan,  gue sadar kalopun gue pindah Negara ke Kenyapun, ketampanan ini masih kalah ganteng sama cheetah yang sering diajakin balapan lari sama orang-orang disana. Pada dasarnya gue emang sedikit males aja ngebuka kolor percakapan di depan orang yang baru. Karena hal itu juga, gue biasanya lama dapet pacar.

Tapi zaman sudah berubah sejak  kedatangan Negara api. Kita udah gampang banget kenalan sama seseorang  lewat media social kaya twitter, facebook, BBM, whatsapp, line, DLL. ( Sengaja nggak nyebutin Friendster, biar nggak disangka tua ).

Aplikasi-aplikasi social kayak gitu membantu gue yang cupu ini dalam mengenal orang baru. Makanya nggak jarang sahabat-sahabat gue suka rekomendasiin profile temennya, biar gue ajak kenalan di media social.

“Yaudah, invite aja dulu. Kali aja bisa kenal deket ntarnya”. Kata salah satu sahabat gue yang ngasih pin BBM seseorang yang mau dicomblangin.

Beberapa hari setelah nongkrong bareng teman dan tibalah malem minggu.

Nggak ada hal yang asyik dilakuin. Hape tumben sepi, padahal biasanya sepi banget. Nggak ada pertandingan bola di TV karena di kamar gue nggak di tv-nya. Dan yang buruknya lagi  orang-orang diluar sana asyik degan pacarnya masing-masing, gue di kamar cuman bisa melukin guling.


Jomblo dengan malem minggu itu bisa jadi perpaduan yang berbahaya. Karena jika hanya diam di kamar, para fakir asmara yang kerjaannya bengong dikamar, memiliki tendensi untuk mengetik keyword ‘asik_nih.3gp’ di google kemudian menghabiskan sepanjang malam minggunya dengan kekurangan cairan, atau  mentok-mentok nyilet-nyilet tangan dan menyeduh baygon dengan teh manis karena galau. oke, itu semua memang berlebihan.

Gue coba membuka recent updates di BBM sedikit usaha buat membunuh bosan. Saat itu ingatan gue tertuju pada kontak yang dikasih sahabat kemarin.  Gue berpikir kalo nggak ada salahnya kan buat kenalan?.

Setelah mengumpulkan keberanian gue mulai mengetik chat untuk memulai perkenalan.

“asik_nih.3gp”.

eh bukan. bukan itu yang gue ketik di BBM.

“halo, ini siapa, ya?”. Gue mengetik disambut dengan toyoran ke kepala sendiri. Karena menyadari itu adalah pertanyaan bodoh.

Pertama, dia jelas-jelas punya  name profile di kontaknya dan gue masih nanya “ini siapa?”. Kedua, dia jelas-jelas manusia dan bukan mutan.  Tapi karena chat sudah terlanjur dikirim, ya sudah biarkanlah.

Chat dari gue udah delivered, tapi belom ada balasan juga. Beberapa menit kemudian, muncul notifikasi di layar handphone gue.

“lo nggak liat kontak gue namanya siapa?”. Tuhkan bener kata gue.

“oh iya. Sorry. Gue boleh kenalaan?”. Chat gue statusnya udah di- read, tapi belom ada balasan apapun.

Itulah kenapa wanita disebut penguasa dunia. detik demi detik pesan kita yang cuman di-read doiag adalah detik demi detik pengharapan bagi seorang cowok. Ini cuman di chat online lho. Bayangin kalo cowok kenalan langsung dengan mengulurkan tangan untuk kenalan dan cewek itu cuman membiarkan tangan si cowok menggantung selama beberapa detik dan menatapnya dengan “ciee. Mau kenalan ya? Kerjain gak yah?”.

Saat itulah wanita menang telak.

“hmm. Boleh kok”. Balasan dari dia muncul. Gue lega. Soalnya ngechatnya sambil boker.

Singkatnya gue memulai perkenalan-perkenalan standar kayak nanya asal dari mana, kuliah dimana, tinggal dimana, mirip kayak petugas sensus penduduk. Dan kemudian gue lancarkan manuver standar  seorang cowok dalam mencairkan suasana.

“eh, lo temennya Si 'A' kan? Kenal juga sama si 'B' dong?.

Dari perkenalan situlah cerita kami berlanjut. Hari yang biasanya melelahkan terasa lebih ringan karena ada orang dibalik telpon sana yang siap mendengarkan,  bahan bercanda saling dilemparkan untuk kami saling tertawakan, dan semakin lama banyak pesan-pesan yang mengindikasikan kerinduan.

“kamu kemana aja 2 hari ini, kok nggak ngubungin aku?”.

“sombong ya yang seharian lagi sibuk kuliah”.

“tema tweet kamu hari ini kayaknya lagi kangen ya?? Sama siapa, sih?”.

Lama-lama hal sepele ini menjadi suatu kebiasaan, terbiasa hadir mengisi hari dan kemudian merangkap menjadi kenyamanan. Apalagi lama-lama gue ngerasa kalo kita ini nyambung. Belom lagi, perhatian-perhatian saat pedekate menjadi bumbu-bumbu manis dalam proses ini. Perhatian-perhatian simple kaya..

“kamu jangan lupa makan, ya.”

“kamu kalo capek kuliah nggak usah maksain bawa motor pulang. Tuntun aja motornya sampe rumah, aku khawatir kamu sakit kecapean.”

“kamu kalo tidur jangan malem-malem, ntar susah bangun paginya. Besok-besok kalo tidurnya kemaleman, paginya nggak usah bangun aja selamanya. Kan jadi enak istirahat selamanya”.

Kami semakin lama semakin dekat walau cuman lewat dunia maya saja, tapi menurut gue hati terlalu cepat unutuk jatuh, karena kami belom pernah bertemu.

Saatnya untuk kami menyudahi percakapan via online saja..

Salah satu mall di daerah Jakarta Selatan menjadi pilihan gue sebagai tempat kami bertemu. Kebetulan rumah dia nggak jauh dari situ, dan gue sebagai orang bogor taunya cuman daerah jaksel doang. kalo ngajak selain tempat itu pasti jadi bakalan nggak ketemuan, karena yang ada seharian gue malah nyasar kemana-mana nggak tau jalan.

Sebetulnya gue termasuk orang yang nggak terlalu nyaman berada di tempat ramai seperti di mall, gue lebih suka pergi ke tempat yang tenang, makanya gue hobi banget naek gunung. Tapi untungnya di mall ini juga ada gunung.

Iya. Gunung Agung. Hehe.

PARA KAWULA MUDA, INI MASIH LANJUT LOH CERITANYA?!! GAES?! GAES???!


jam menunjukan pukul 4 sore, dan sepertinya gue datang lebih dulu dari dia. Kabar terakhir yang gue dapatkan, ia masih berada dalam perjalanan. Sambil menunggu, gue memutuskan untuk membeli roti sekedar mengisi perut di lantai satu. Ketika sedang asyiknya menyantap roti yang hangat, layar handphone gue memunculkan sebuah notifikasi.

“kamu nunggu dimana? Aku udah mau masuk mall nih.” Pesan dari dia.

Yang kemudian gue bales.

“Aku nunggu di depan 21 aja, ya.”

Entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal ketika tau jarak antara gue dan dia semakin dekat. Muncul sedikit keraguan dalam diri gue untuk bertemu. Gue sedikit mengulur waktu dengan dia untuk bertemu dengannya dengan memberi kabar bahwa gue ada di depan 21 di lantai 5, agar sedikit menyiapkan mental untuk bertemu. Entah kenapa perasaan gue mulai nggak enak.

Gue beranjak dari kursi depan etalase toko roti dan berjalan menghampiri 2 eskalator  yang berdampingan, membawa para pengunjung naik ke lantai berikutnya, dan satu eskalator yang berdempetan  mengantarkan orang-orang turun dari lantai sebelomnya. Menjadikan orang berpapasan satu sama lain ketika naik-turun eskalator.

Dengan sedikit gugup dan tergesa-gesa  berjalan sambil bermain handphone. Berharap gue sedikit bisa menyembunyikan wajah gue yg gugup. Tapi ketika langkah gue menyusuri anak tangga yang berjalan, tiba-tiba langkah gue seketika terhenti.

Bukan. bukan karena secara kebetulan pada timing yang tepat gue bertemu dengan dia menaiki tangga berjalan yang sama. Bukan karena gue tiba-tiba saat itu melihat wanita lain yang lebih cantik, atau bertemu spiderman yang bisa loncat-loncat dari gedung satu ke gedung lain malah naek eskalator. Tapi karena….

Gue salah naek tangga berjalan.

Gue malah menaiki eskalator yang otomatis membuat gue kembali turun ke tempat awal.

Gue diem. Bingung mau nangis apa buru-buru naek ke lantai lima terus terjun bebas

Gue melihat ke sekeliling dan melihat gue udah jadi bahan tontonan orang-orang yang menyadari kebodohan gue sambil menahan geli. Mereka menatap dengan tatapan “Mas, mau dipesenin tanah sekarang? Biar cepet ditelan bumi?”.

Bagus sekali!! Belom ketemu sama doi aja gue udah berbuat bodoh! Arggghh!!

Sesegera mungkin gue langsung menaiki tangga eskalator yang benar menuju lantai selanjutnya, berlalu meninggalkan orang-orang yang tertawa di belakang gue.  -____-

Feeling gue berarti tepat sekali untuk menunda beberapa menit.  Keadaan berangsur baik setelah gue meminum soft drink yang gue beli (yaiyalah, masa nyolong) untuk mengisi kembali harga diri gue yang tadi berceceran.

 “halo, helmi?. Udah nunggu dari tadi, ya.” Sapa seorang wanita tiba-tiba.

Gue diem. Mangap.

Satu hal yang ada di pikiran gue saat itu. “Dia benar-benar diluar ekspektasi gue. kok dia……. Lebih cantik aslinya?”.

“helmi, muka lo kenapa?? Pucat begitu, sakit??”.

Yak, kesialan gue masih berlanjut! Gue ketemu cewek ini saat muka gue nggak ada keren-kerenny pisan. Langkah yang buruk dalam memulai kesan pertemuan.

“Engg…. Nggak, kok. Gue cuman shock aja kenapa bidadari jalannya di mall bukan di kayangan”. Jawab gue ngeles. Ngeles gombal.

“yaelah. Bisa aja lo. Yaudah, yuk. Filmnya kayaknya udah mau mulai deh”.

“hmm… hayuk”.

Selanjutnya kami menghabiskan film berdurasi 120 menit dengan khusyuk. Eh, nggak deng. Dia sih yang khusyuk sambil sesekali mengomentari adegan-adegan di filmnya. Sedangkan gue nggak ada fokus-fokusnya karena berusaha sesekali mencuri pandang ke dia diam-diam, masih nggak percaya pada akhirnya bisa ketemu sama dia.

Yak pada akhirnya setiap orang akan melewati masa-masa norak ketika jatuh cinta.

Setelah menonton film, percakapan kami terus berlanjut, tapi masih di dominasi dia yang ngobrol terus dan gue cuman asyk mendengarkan. Percakapan berlangsung satu arah. Gue cuman cengar-cengir sambil sesekali mengangguk dan berkata “oh, gitu.” tanda mengerti.

Kemudian gue mengajak dia untuk makan. Sebenarnya gue nggak laper-laper banget, nafsu makan gue hilang seketika setelah banyak peristiwa hari ini. Gue cuman ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi aja sama dia.

Sepiring bakso pangsit dan nasi goreng diam kaku diatas meja mendengarkan kami terus berbincang. Eh, tunggu dulu.  iyalah piringnya diem kaku, kalo jalan-jalan gue suruh beli rokok di abang seberang.

“Kamu yakin nggak mau aku anterin sampe rumah? udah malem loh ini, bahaya tau!”. Gue menawarkan sedikit memaksa.

“nggak apa-apa, kok. Rumah aku deket kok dari sini, aku pulang naek taksi aja. lagian nggak enak udah malem gini dianterin cowok kalo keliatan sama tetangga”. Jawab dia.

Gue gak bisa menutup ekspresi kekecewaan gue. Gimana gitu kalo ngebiarin cewek pulang sendiri. Iya, gue emang perhatan. Iyaelahhhh~.

“yaudah, deh. Gue gak mau maksa.  Ntar kabarin aja kalo udah sampe rumah, ya.”.

Gue menemani dia menunggu taksi yang lewat di pinggir jalan. Suasana yang sebelomnya cair menjadi kaku seketika, satu demi satu jari kami bertemu saling mengisi setiap ruas jarinya. Bayangan tangan kami yang saling menggenggam terpantul ke atas aspal jalanan.

Saat itu, gue berharap nggak ada taksi yang lewat sama sekali.

Lampu-lampu jalan mulai memantulkan cahayanya dari kaca spion motor gue dan karena jarak yang harus gue tempuh untuk pulang ke bogor cukup jauh , gue memutuskan untuk menginap di rumah sahabat gue di Jakarta. Gue menaiki motor lebih lambat dari biasanya sambil asyik mendengarkan musik. Playlist lagu di i-pod yang gue set secara acak  melantunkan lagu  lebih indah dari adera. Gue menusuri jalan pulang dengan berbunga-bunga.

Ketika sampe di rumah sahabat gue, gue langsung membuka hape gue dan mencari pesan dari dia.


aku udah sampe rumah, nih. Makasih banget ya, aku seneng bisa jalan sama kamu.
 Makasih buat hari ini. oh iya, kamu dapet salam tuh.


Sambi cengar-cengir dan idung yang kembang kempis, gue bales pesan dia.


iya. Sama-sama. Aku juga seneng banget. eh, salam dari siapa?.


Nggak lama hape gue berbunyi.


Salam dari….

‘ESKALATOR’. X)))

No comments:

Post a Comment